Konsep kualitas pelayanan telah menjadi satu tahap universal dan menjadi
faktor dominan terhadap keberhasilan suatu organisasi. Pengembangan kualitas
sangat didorong oleh kondisi persaingan antar perusahaan, kemajuan teknologi,
tahapan perekonomian dan sosial budaya masyarakat sebenarnya tidak mudah
mendefinisikan kualitas yang tepat.
Kualitas menurut Fandy Tjiptono (2000:51) bahwa “Suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan”. Kualitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir pada persepsi pelanggan.
Menurut Tjiptono kualitas pelayanan adalah “tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan”. (Tjiptono, 2006:59). Dengan kata lain ada dua faktor utama yang
mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu “Pelayanan yang diharapkan (expected
experience) dan pelayanan yang didapatkan (provide service), maka
kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal begitu juga
sebaliknya“ (1996:59). Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan
tergantung pada kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi harapan pelangggan.
Pengertian kualitas menurut Kotler (1997:49) adalah “keseluruhan ciri
serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh paada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat”. Kemudian
menurut Gasperz dalam Lukman Sampara menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas
mengacu pada pengertian pokok yaitu :
“Kualitas
terdiri dari sejumlah keistimewaan produk yang memenuhi pelanggan dan dengan
demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas
dari kekurangan atau kerusakan“.
(Samparna,
1999:7)
Dari kedua pengetian diatas kualitas berarti kesempurnaan atribut suatu
produk (barang atau jasa) tertentu, sesuai dengan yang dikehendaki pengguna
jasa. Sedangkan Gasperz (1997:4), mendefinisikan kualitas dengan terlebih
dahulu membedakannya dalam pengertian konvensional dan non konvensional,
sebagai berikut :
“Kualitas
secara konvensional adalah biasanya menggambarkan karateristik langsung dari
suatu produk seperti perfomansi, keandalan, mudah dalam penggunaan dan
sebagainya. Sedangkan definisi kualitas secara non konvensional adalah segala
sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan”.
Penilaian kualitas pelayanan ditentukan oleh pengguna jasa layanan
tersebut, pengguna jasa akan menilai dengan membandingkan pelayanan yang akan
mereka terima dengan yang mereka harapkan. Pemberian layanan dapat mencapai
reptasi yang tinggi dalam kualitas pelayanan hanya jika kualitas pelayanan yang
diberikan sesuai dengan yang diharapkan pengguna. Untuk itu kualitas pelayanan
dapat ditentukan melalui suatu usaha agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapa-harapan
pengguna jasa. Pengertian kualitas pelayanan menurut Agus Dwiyanto (1995:6),
bahwa kualitas pelayanan adalah “kemampuan organisasi pelayanan publik untuk
memberikan pelayanan yang dapat memuaskan para pengguna jasa baik melalui
pelayanan teknis maupun pelayanan administrasi”.
Dengan pelayanan kualitas inilah suatu perusahaan dapat senantiasa
diminati oleh pelanggan. Perusahaan yang selalu dapat menjaga kualitas
pelayanannya dengan konsisten tidak akan kalah bersaing walaupun bergerak di bidang yang sama.
Dampaknya tentu akan menguntungkan perusahaan karena para pelanggan akan terus
berinteraksi dengan perusahaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mursid
(1997:25) yang mengemukakan bahwa :
“Salah satu
cara utama untuk menempatkan sebuah perusahaan jasa lebih unggul dari
perusahaan pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang lebih berkualitas
daripada pesaingnya. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi pengharapan sasaran
mengenai kualitas tadi”.
Dari beberapa pengertian kualitas pelayanan, dapat dilihat bahwa
kualitas pelayanan dimulai dari kebutuhan pengguna jasa dan berakhir pada
persepsi pengguna jasa, maka kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan
penyedia jasa atau yang memberikan pelayanan dalam memenuhi harapan pengguna
jasa secara konsisten.
Ada beberapa dimensi atau faktor yang digunakan konsumen atau pengguna
jasa dalam menentukan kualitas pelayanan, menurut Zeithamal, Berry dan
Parasuraman yang dikutip oleh Fandy Tjiptono menyatakan bahwa ada lima dimensi
pokok yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu :
1. Bukti langsung (Tangibles), meliputi
fasilitas fisik, perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi. Tangibles banyak
digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa dalam rangka
untuk meningkatkan imagenya, memberikan kelancaran kualitas kepada para
pelanggannya.
2. Keandalan (Reliability), yakni kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Dalam
pengertian yang lebih luas reliability dapat diartikan bahwa perusahaan
menyampaikan janji-janjinya mengenai penyampaian jasa, prosedur pelayanan,
pemecahan masalah dan penentuan harga. Para pelanggan biasanya ingin sekali
melakukan kerja sama dengan perusahaan yang bisa memenuhi janji-janjinya
terutama mengenai sesuatu yang berhubungan dengan jasa.
3. Daya Tanggap ( responsiveness ), yaitu
keinginan para staff untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang
tanggap. Dimensi ini menekankan pada perhatian penuh dan kecepatan dalam melakukan hubungan dengan para pelanggan baik
itu permintaan,pertanyaan,keluhan dan masalah-masalah.
4. Jaminan (Assurance), mencakup pengetahuan,
kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Merupakan dimensi terpenting dari suatu
pelayanan dimana para pelanggan harus bebas dari bahaya resiko yang tinggi atau
bebas dari keragu-raguan dan ketidakpastian.
5. Empati (Empathy), meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami
kebutuhan para pelanggan. Hal terpenting dari empati dalah cara penyampaian
baik secara personal maupun biasa. Para pelanggan dianggap sebagai orang yang
penting dan khusus.
(Tjiptono,2005:14)
Kelima dimensi diatas dapat dipenuhi dengan
sebaik-baiknya dalam memberikan
pelayanan untuk menciptakan kualitas pelayanan yang baik. Grontoss pun mencoba merumuskan dimensi
atau faktor yang dapat digunakan oleh konsumen atau pelanggan untuk menilai
efektivitas atau mutu pelayanan. Seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dalam
bukunya Manajemen Jasa, yang menyatakan bahwa terdapat enam unsur, yaitu:
a.
Keahlian dan Kemampuan (Profesionalism
And Skill)
Pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa,
karyawan system operasional, dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara
potensial.
b.
Sikap Dan Tingkah Laku (Attitudes
And Behavior)
Pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan
menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan
masalah mereka secara spontan dan senang hati.
c.
Kemudahan Hubungan dan Keluwesan (Accessibility And Trustworthiness)
Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa,
lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasionalnya dirancang dan
dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan
mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel
dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.
d.
Keandalan dan Dapat Dipercaya (Reliability
And Trustworthiness)
Pelanggan memahami apapun yang terjadi
sesuatu, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa
beserta karyawan dan sistemnya.
e.
Pemulihan (Recovery)
Pelanggan menyadari bahwa bila ada
kesalahan atau bila terjadi kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk
mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.
f.
Reputasi Dan Kepercayaan (Reputation
And Credibility)
Pelanggan meyakini bahwa operasi dari
penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai
dengan pengorbanannya.
(Tjiptono, 1996:73)