Rabu, 18 Desember 2013

Fungsi Budaya Organisasi

Penelitian mengenai budaya organisasi dalam rentang waktu dua puluh lima tahun terakhir ini telah mengalami perkembangan pesat. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya organisasi yang berlomba-lomba untuk membangun budaya yang kuat dalam organisasinya. Dengan kata lain, keberhasilan suatu organisasi dapat dipengaruhi oleh kuat tidaknya budaya yang dimiliki organisasi tersebut.
Budaya organisasi juga memiliki fungsi untuk memecahkan masalah-masalah pokok dalam proses bertahan dan adaptasinya terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu, budaya organisasi juga merupakan proses integrasi internal atau mempersatukan para anggota organisasi kedalam suatu pandangan dan aktivitas sehingga dapat memecahkan masalah-masalah pokok secara bersamaan.
Adapun fungsi budaya organisasi menurut pandangan Stephen P.Robbins (2001: 528) adalah :
                                          1.         Mempunyai boundrary-difining roles, yaitu menciptakan perbedaan antara organisasi yang satu dengan lainya.
                                          2.         Menyampaikan rasa identitas untuk anggota organisasi.
                                          3.         Budaya memfasilitasi bangkitnya komitmen pada sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan diri individual.
                                          4.         Meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya adalah perekat sosial yang membantu menghimpun organisasi bersama dengan memberikan standar yang cocok atas apa yang dikatakan dan dilakukan pekerja.
                                          5.         Budaya melayani sebagai sense-making dan mekanisme kontrol yang membimbing dan membentuk sikap dan perilaku pekerja.

Sementara itu, peranan budaya organisasi menurut pandangan Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003: 518) adalah
                                          1.         Budaya memeberikan rasa identitas
Semakin jelas persepsi dan nilai – nilai bersama organisasi didefinisikan, semakin kuat orang dapat disatukan dengan misi organisasi dan meras menjadi penting darinya.
                                          2.         Budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi
Kadang-kadang sulit bagi orang untuk berpikir diluar kepentingannya sendiri, seberapa besar akan memengaruhi dirinya. Tetapi apabila terdapat strong culture, orang merasa bahwa mereka menjadi bagian dari yang besar, dan terlibat dalam keseluruhan kerja organisasi. Lebih besar dari setiap kepentingan individu, buday meningkatkan orang tentang apa makna sebenarnya organisasi itu.
                                          3.         Budaya memperjelas dan memperkuat standar perilaku
Budaya membimbing kata dan perbuatan pekerja, membuat jelas apa yang harus dilakukan dan kata kata dalam situasi tertentu, terutama berguna bagi pendatang baru. Budaya mengusahakan stabilitas bagi pelaku, keduanya dengan harapan apa yang harus dilakukan pada waktu yang berbeda dan juga apa yang harus dilakukan individu yang berbeda di saat yang sama.

Pendapat para pakar tentang fungsi budaya organisasi di atas menunjukan beberapa kesamaan, sedangkan beberapa perbedaan yang bersifat saling melengkapi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi budaya organisasi adalah: (1) menunjukan identitas, (2) menunjukan batasan peran yang jelas, (3) menunjukan komitmen kolektif, (4) membangun stabilitas sistem sosial, (5) membangun pikiran sehat dan masuk akal, dan (6) memperjelas standar perilaku.

Budaya Organisasi

Kajian budaya dalam bidang studi organisasi dimulai ketika terjadi perubahan paradigma cara pandang terhadap organisasi dimana organisasi tidak dipandang lagi sebagai instrumen yang bersifat formal dan rasional yang sekedar dibentuk untuk membantu manusia untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi juga organisasi dipandang seolah-olah sebagai makhluk hidup yang mempunyai kepribadian dan karakter unik di luar karakteristik strukturalnya.
Konsep budaya organisasi dapat dikatakan masih relatif baru yakni mulai berkembang sekitar awal tahun 1980-an. Achmad Sobirin dalam bukunya, Budaya Organisasi, menyebutkan bahwa secara umum konsep budaya organisasi dibagi menjadi dua mahzab. Mahzab yang pertama ialah ideational school yang lebih melihat budaya sebagai sebuah organisasi dari apa yang dipahami, dijiwai, dan dipraktikan bersama oleh anggota sebuah komunitas. Vijai Sathe menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan satu set asumsi yang dianggap sangat penting (meski kadang tidak tertulis) yang di-shared oleh para anggota sebuah komunitas atau organisasi (Sobirin, 2009:126).
Mahzab yang kedua ialah adalah adaptionist school yang melihat budaya seperti arsitektur atau tata ruang bangunan fisik dari sebuah organisasi maupun dari orang-orang yang terlibat didalamnya seperti misalnya pola perilaku maupun cara mereka berkomunikasi. Deal and Kennedy secara sederhana mengatakan bahwa budaya organisasi adalah cara kita melakukan sesuatu di lingkungan organisasi ini (Sobirin, 2009: 127).
Peter F. Druicker dalam buku Robert G. Owens, Organizational Behavior in Education, memberikan definisi budaya organisasi sebagai berikut:
Organizational culture is the body of solutions to external and internal problems that has worked consistently for a group and that is therefore taught to new members as the correct way perceive, think about, and feel in relation to those problem.
Budaya Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti diatas.
(Tika, 2006 : 4)

Definisi budaya organisasi yang lebih sederhana disebutkan oleh Stephen Robbins (2006: 723) yaitu sebagai sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Hal ini menunjukan bahwa budaya merupakan seperangkat karakteristik utama dari sebuah organisasi.
Budaya organisasi juga didefinisikan oleh Moorhead dan Griffin yaitu sebagai seperangkat nilai, yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang tidak dapat diterima (Eugene dan Nic, 1995:63). Nilai-nilai ini biasanya dikomunikasikan melalui cerita ataupun cara-cara simbolis lainnya.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan sistem nilai tertentu yang dianut bersama oleh suatu kelompok tertentu yang digunakan untuk mengatur tindakan-tindakan yang dianggap benar ataupun tidak dalam kelompok tersebut dan juga dapat dijadikan sebagai pembeda antara kelompok tersebut dengan kelompok lainnya.

Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan

Beberapa penelitian membahas pengaruh variabel komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan yang berhubungan juga dengan pencapaian tujuan organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Khoirul. 2001, Pengaruh Komitmen Organisasional Pimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Malang. Variabel bebas penelitian terdiri dari kemauan, kesetiaan dan kebanggaan. Untuk menganalisis penelitian digunakan analisis jalur. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada pengaruh komitmen karyawan terhadap kinerja karyawan.
  2. Darwish A. Yousef, Organisasional Commitment and Job satisfication as predictors of Toward Organisasional Change in a Non Western Setting. Penelitian dilakukan terhadap 361 karyawan dari sejumlah organisasi di Uni Emirat Arab (UEA) dengan rincian sebagai berikut : 61% responden adalah pegawai Asia, 12 % pegawai Arab, 2% pegawai bangsa lain. Total 85% pegawai Asia, 13% dari Arab, 1,5% pegawai Eropa, dan 0,5% bangsa lain. Tujuan penelitian adalah untuk menginvestigasi peran dari bermacam-macam dimensi komitmen organisasional dan job satisfiction dalam memprediksi bermacam-macam sikap menuju perubahan organisasi dalam setting bukan pekerja barat. Path analysis digunakan untuk menganalisis data. Adapun variabel independen job satisfication yaitu pay, promotion, supervision, co-worker, dan security. Sedangkan variabel mediator yaitu organizational commitment (afective commitment, continuance commiment, dan normative commitment). Serta variabel dependen yaitu attitudes toward organizational change. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku pegawai menuju perubahan organisasi akan meningkat seiring dengan peningkatan affective commitment dan continuance commiment secara langsung dan berpengaruh negatif terhadap cognitive attitudes. Affective commitment memediasi hubungan antara kepuasan kerja terhadap kondisi kerja, gaji, promosi, supervisi dan keamanan kerja dengan cognitive, affective, dan behaviour menuju perubahan. Continuance commitment memediasi hubungan antara kepuasan kerja terhadap gaji, promosi, supevisi dan lain-lain terhadap kognisi menuju perubahan. Kepuasan kerja terhadap gaji, promosi, supervisi, dan lainnya berpengaruh secara langsung dan positif terhadap komitmen organisasional.
  3. Steffen, et.al., 1996, Satisfication with Nurting Homes : The Design of Employee Jobs Can Ultimately Influence Family Member’s Perception. Penelitian dilakukan di panti asuhan yang ditujukan untuk menguji organizational commitment sebagai faktor penentu kualitas pelayanan. Responden penelitian adalah 489 staf panti asuhan. Teknik penarikan sampel random. Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi. Variabel independen yaitu skill variety, task identity, dan autonomy. Dan variabel interventing yaitu komitmen. Serta variabel dependen yaitu kualitas pelayanan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa komitmen organisasional berkorelasi dengan kualitas pelayanan, ragam keterampilan berkorelasi dengan komitmen organisasional, identifikasi tugas berkorelasi dengan komitmen organisasional, dan otonomi berkorelasi dengan komitmen organisasional.