Edward B. Taylor merupakan
orang pertama yang menggunakan istilah budaya dalam karya antropologi dimana
budaya dipandang sebagai hasil karya manusia dalam kedudukannya sebagai anggota
masyarakat. Pengertian budaya menurut Edward B. Taylor tersebut diuraikan
sebagai berikut:
“kultur
atau peradaban adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya
serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari
sebuah masyarakat.”
(Sobirin,
2009: 50)
Definisi lain dikemukakan oleh Ruth Benedict yang menekankan
definisi budaya yang lebih fokus pada
aspek kehidupan tertentu. Budaya dilihat bukan dari hasil karya manusia
melainkan dari aspek behavioral,
yaitu pola pikir, perilaku dan tindakan manusia. Seperti yang diungkapkannya, “culture is a patern of thinking and doing
that runs through the activitiesof people” (Sobirin, 2009: 52).
Adapun pandangan lain yang mengemukakan bahwa budaya tidak
dipahami semata-mata sebagai hasil kreasi, pola pikir manusia dan segala
peristiwa manusiawi lainnya. Budaya juga dilihat dari makna yang tersirat dari
balik hasil kreasi, pola pikir, dan segala peristiwa kemanusiaan tersebut.
Dengan kata lain, budaya memiliki dua komponen yakni komponen yang implisit
yang hanya bisa dipahami oleh sekelompok orang tertentu sehingga perlu adanya
penjelasan lebih jauh agar esensi dari budaya dapat dipahami dengan benar.
Komponen kedua ialah bersifat eksplisit dimana dapat diketahui dan dirasakan
orang lain meski kadang-kadang orang tersebut tidak memahami esensi yang
sebenarnya. Pendapat Geetz yang dikutip Sobirin dalam bukunya Budaya Organisasi
(2009, 55) mengatakan bahwa konsep budaya pada hakikatnya merupakan konsep
semiotik dan konsektual. Geetz juga menganggap bahwa manusia dan budaya seperti
halnya jaringan yang memerlukan pemaknaan tersendiri dimana pemaknaannya tidak
didasarkan pada kacamata ilmiah yang eksperimental melainkan berdasarkan mata
kepala yang interpretatif.
Masih dalam bukunya Sobirin, Kroeber dan Kluckhohn mencoba memberi
pengertian budaya yang lebih bersifat komprehensif sebagai berikut:
“budaya
terdiri dari pola-pola pikir, cara berpendapat dan bereaksi yang diperoleh dan
disebarluaskan melalui berbagai macam simbol termasuk di dalamnya yang
dimanifestasikan dalam bentuk artefak yang semuanya itu merupakan hasil
pencapaian dari sekelompok orang; sedangkan esensi dasar atau inti dari budaya
terdiri dari gagasan-gagasan tradisional, yang diderivasi dan dipilih
berdasarkan pengalaman sejarah, serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.”
(2009:
57)
Moh. Pabundu Tika mengemukakan definisi budaya munurut Edgar H.
Schein adalah sebagai berikut:
Culture is a pattern of basic assumption
invented, discovered, or developed by given group as it learns to cope with is
problem of axternal adaption and internal integration – that has worked wll
enaough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as
the correct way to perceive, think and fill relation to those problem.
Budaya
adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan
oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang resi dan terlaksana dengan baik dan oleh
karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang
tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah-masalah
tersebut.
(Tika,
2006 : 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar