Komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang
dalam organisasi tertentu. Kecenderungan untuk terkait dalam garis kegiatan
yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan yang lain
(berhenti bekerja). Proses pada individu (pegawai) dalam mengindentifikasikan
dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Komitmen
organisasi sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap
organisasi, komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau
organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi
memiliki keinginan untuk memberi tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam
menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.
Komitmen organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap
organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi,
kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta
keinginan untuk bertahan di dalam organisasi.
Matchis dan Jacson (2000) memberikan definisi:
“Organizational Commitment is the degree
to which employees believe in and accept organizational goals and desire to
remain with the organization” (komitmen organisasional
adalah derajat yang mana karyawan dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan
akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi). (Sopiah, 2008:
155)
Richard M. Steers (Sri
Kuntjoro, 2002) mendefinisikan:
“komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi
(kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk
berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan
untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh
seorang pegawai terhadap organisasinya. komitmen organisasi merupakan kondisi
dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran
organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar
keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan
untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi
demi pencapaian tujuan.”
Mowday (1982) menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain dari
komitmen organisasional. Menurut dia, komitmen organisasinal merupakan dimensi
perilaku yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan perilaku karyawan
untuk dapat bertahan dalam organisasi. Komitmen organisasional ini merupakan
bentuk identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap
organisasi. Komitmen organisasional merupakan keinginan anggota organisasi
untuk tetap mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi dan bersedia berusaha
keras bagi pencapaian tujuan organisasi.
Dalam bukunya, Sopiah (2008: 155) menyebutkan:
“Komitmen
organisasional menurut Lincoln mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota,
dan kemauan anggota pada organisasi. Blau & Boal menyebutkan komitmen
organisasional sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan karyawan terhadap
organisasi dan tujuan organisasi. Robbins (1989) mendefinisikan komitmen
organisasional sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak
sukadr karyawan terhadap organisasi. Steers dan Porter (1983) mengatakan bahwa
suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif,
tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang
memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang
bersangkutan.”
Dari beberapa definisi diatas menyebutkan bahwa komitmen
organisasi dapat menunjukkan sejauh mana hubungan antara anggota dengan
organisasinya. Anggota organisasi yang memiliki komitmen organisasional
terhadap organisasinya akan menunjukkan sikap loyalitasnya berupa kesediaan
untuk bekerja dalam waktu yang lama dan mau bekerja semaksimal mungkin untuk
kepentingan organisasinya.
“Secara
konseptual, komitmen organisasional ditandai oleh tiga hal: (1) Adanya rasa
percaya yang kuat dan penerimaan seseorang terhadap tujuan dan nilai-nilai
organisasi (2) Adanya keinginan seseorang untuk melakukan usaha secara
sungguh-sungguh demi organisasi (3) Adanya hasrat yang kuat untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Hunt and Morgan (1994)
mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi
bila: (1) memiliki kepercayaan dan menerima tujuan dan nilai organisasi (2)
Berkeinginan untuk berusaha ke arah pencapaian tujuan organisasi, dan (3)
Memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Steers
an Black (1994) memiliki pendapat yang hampir senada. Dia mengatakan bahwa
karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi bisa dilihat dari
ciri-cirinya sebagai berikut: (a) Adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat
terhadap nilai dan tujuan organisasi, (b) Adanya kesediaan untuk berusaha
sebaik mungkin demi organisasi, dan (c) Keinginan yang kuat untuk menjadi
anggota organisasi.” (Sopiah, 2008:156-157)
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa komimen
organisasi erat kaitannya dengan kepercayaan anggota terhadap nilai-nilai
organisasinya, loyalitas atau kemauan untuk mengusahakan kepentingan
organisasinya, dan keinginan untuk dapat mempertahankan keanggotaan dalam
organisasinya.
Neal & Noertheraft (1990) mengatakan “komitmen tidak sekedar
keanggotaan karena komitmen meliputi sikap individu dengan mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien” (Sopiah, 2008:156). Dengan kata lain,
dengan adanya komitmen maka anggota organisasi akan bekerja semaksimal mungkin
dalam menjalankan tugasnya sehingga akan berpengaruh positif terhadap hasil
kinerjanya. Hal ini baik karena akan berpengaruh juga terhadap pencapaian
output dan outcome yang diharapkan.
Minner (dalam Sopiah, 2008) menjelaskan bahwa proses terjadinya
komitmen organisasi itu berbeda. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fase initial commitment, yaitu
adanya faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada tahap ini
adalah:
a.
Karakteristik individu
b.
Harapan-harapan pada
organisasi
c.
Karakteristik pekerjaan
2. Fase commitment during early
employment yang terjadi pada karyawan yang telah bekerja selama beberapa
tahun. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada tahap ini
diantaranya:
a.
Pengalaman kerja yang
dirasakan pada tahap awal bekerja
b.
Bagaimana pekerjaannya
c.
Bagaimana sistem
penggajiannya
d.
Bagaimana gaya supervisinya
e.
Bagaimana hubungan dia
dengan rekan kerjanya ataupun hubungan dia dengan pimpinannya.
Semua faktor diatas akan membentuk komitmen awal dan tanggung
jawab karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan menghasilkan komitmen
karyawan pada awal memasuki dunia kerja.
3. Fase commitment during later
career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada tahap ini
berkaitan dengan:
a.
Investasi
b.
Modal kerja
c.
Hubungan sosial yang
tercipta di organisasi
d.
Pengalaman selama bekerja.
Faktor diatas akan berpengaruh pada kelangsungan keanggotaan
seseorang atau karyawan dalam organisasinya.
Spector mengutip pendapat Meyer, Allen, dan Smith yang menyebutkan
bahwa terdapat tiga komponen komitmen organisasional, yaitu:
1. Affective commitment,
terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya
ikatan emosional.
2. Continuance commitment,
muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan
gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak
menemukan pekerjaan lain.
3. Normative commitment,
timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota
organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan
hal yang seharusnya dilakukan. (Sopiah: 2008:157)
Kanter (1986) juga mengemukakan adanya tiga bentuk komitmen
organisasional, yaitu:
1. Komitmen
berkesinambungan (continuance commitment),
yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan
kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi
pada organisasi.
2. Komitmen
terpadu (cohesion commitment), yaitu
komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial
dengan anggota lain dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa
norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat.
3. Komitmen
terkontrol (control commitment),
yaitu komitmen anggota organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang
diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan sesuai dan mampu
memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya. (Sopiah: 2008:158)
Dari dua pendapat diatas, baik Spector maupun Kanter tampaknya
memiliki pendapat yang sama dalam pengelompokan bentuk komitmen organisasi.
Perbedaanya terletak pada penggunaan istilahnya saja.
Beberapa dimensi komitmen organisasi menurut Porter, Mowday dan
Steers dalam Kuntjoro (2002) yang disebut sebagai dimensi pendekatan sikap dan
kehendak untuk bertingkah laku. Dimensi ini digunakan sebagai ukuran untuk
menilai komitmen organisasi. Dimensi sikap (Attitudinal
commitment), meliputi :
1.
Identifikasi (identification)
Identifikasi dengan
organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan
dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui
kebijasanaan organisasi, kesamaan nilai-nilai pribadi dan nilai-nilai
organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari bagian organisasi. Identifikasi
yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat
dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisai, sehingga mencakup beberapa
tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula
kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan
membuahkan suasana saling mendukung diantara pegawai dengan organisasi. Lebih
lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu
bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi
yang dipercaya telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.
2.
Keterlibatan (involvement)
Keterlibatan sesuai
peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki
komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan
yang diberikan kepadanya. Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam
aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan
pegawai menyebabkan pegawai akan mau dan senang berkerja sama baik dengan
pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai
untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka
dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan
pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan
bersama. Disamping itu, pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian
yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib
untuk melakasanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa
keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan.
3.
Loyalitas (loyalti)
Kehangatan, afeksi dan
loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta
adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai.
Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki
terhadap organisasi. Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna
ksediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau
perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun.
Keadaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal
yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka
bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan
kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar