Sabtu, 07 Januari 2012

Komitmen Organisasi


Komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam organisasi tertentu. Kecenderungan untuk terkait dalam garis kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan yang lain (berhenti bekerja). Proses pada individu (pegawai) dalam mengindentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Komitmen organisasi sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberi tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.
Komitmen organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi.
Matchis dan Jacson (2000) memberikan definisi:
“Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire to remain with the organization” (komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi). (Sopiah, 2008: 155)

Richard M. Steers (Sri Kuntjoro, 2002) mendefinisikan:

“komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan  tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.”

Mowday (1982) menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Menurut dia, komitmen organisasinal merupakan dimensi perilaku yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan perilaku karyawan untuk dapat bertahan dalam organisasi. Komitmen organisasional ini merupakan bentuk identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasional merupakan keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.
Dalam bukunya, Sopiah (2008: 155) menyebutkan:
“Komitmen organisasional menurut Lincoln mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada organisasi. Blau & Boal menyebutkan komitmen organisasional sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan karyawan terhadap organisasi dan tujuan organisasi. Robbins (1989) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak sukadr karyawan terhadap organisasi. Steers dan Porter (1983) mengatakan bahwa suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan.”

Dari beberapa definisi diatas menyebutkan bahwa komitmen organisasi dapat menunjukkan sejauh mana hubungan antara anggota dengan organisasinya. Anggota organisasi yang memiliki komitmen organisasional terhadap organisasinya akan menunjukkan sikap loyalitasnya berupa kesediaan untuk bekerja dalam waktu yang lama dan mau bekerja semaksimal mungkin untuk kepentingan organisasinya.
“Secara konseptual, komitmen organisasional ditandai oleh tiga hal: (1) Adanya rasa percaya yang kuat dan penerimaan seseorang terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi (2) Adanya keinginan seseorang untuk melakukan usaha secara sungguh-sungguh demi organisasi (3) Adanya hasrat yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Hunt and Morgan (1994) mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi bila: (1) memiliki kepercayaan dan menerima tujuan dan nilai organisasi (2) Berkeinginan untuk berusaha ke arah pencapaian tujuan organisasi, dan (3) Memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Steers an Black (1994) memiliki pendapat yang hampir senada. Dia mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi bisa dilihat dari ciri-cirinya sebagai berikut: (a) Adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, (b) Adanya kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi organisasi, dan (c) Keinginan yang kuat untuk menjadi anggota organisasi.” (Sopiah, 2008:156-157)

Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa komimen organisasi erat kaitannya dengan kepercayaan anggota terhadap nilai-nilai organisasinya, loyalitas atau kemauan untuk mengusahakan kepentingan organisasinya, dan keinginan untuk dapat mempertahankan keanggotaan dalam organisasinya.
Neal & Noertheraft (1990) mengatakan “komitmen tidak sekedar keanggotaan karena komitmen meliputi sikap individu dengan mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien” (Sopiah, 2008:156). Dengan kata lain, dengan adanya komitmen maka anggota organisasi akan bekerja semaksimal mungkin dalam menjalankan tugasnya sehingga akan berpengaruh positif terhadap hasil kinerjanya. Hal ini baik karena akan berpengaruh juga terhadap pencapaian output dan outcome yang diharapkan.
Minner (dalam Sopiah, 2008) menjelaskan bahwa proses terjadinya komitmen organisasi itu berbeda. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Fase initial commitment, yaitu adanya faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada tahap ini adalah:
a.         Karakteristik individu
b.        Harapan-harapan pada organisasi
c.         Karakteristik pekerjaan
2.    Fase commitment during early employment yang terjadi pada karyawan yang telah bekerja selama beberapa tahun. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada tahap ini diantaranya:
a.         Pengalaman kerja yang dirasakan pada tahap awal bekerja
b.        Bagaimana pekerjaannya
c.         Bagaimana sistem penggajiannya
d.        Bagaimana gaya supervisinya
e.         Bagaimana hubungan dia dengan rekan kerjanya ataupun hubungan dia dengan pimpinannya.
Semua faktor diatas akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan menghasilkan komitmen karyawan pada awal memasuki dunia kerja.
3.    Fase commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada tahap ini berkaitan dengan:
a.         Investasi
b.        Modal kerja
c.         Hubungan sosial yang tercipta di organisasi
d.        Pengalaman selama bekerja.
Faktor diatas akan berpengaruh pada kelangsungan keanggotaan seseorang atau karyawan dalam organisasinya.

Spector mengutip pendapat Meyer, Allen, dan Smith yang menyebutkan bahwa terdapat tiga komponen komitmen organisasional, yaitu:
1.    Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.
2.    Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.
3.    Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. (Sopiah: 2008:157)

Kanter (1986) juga mengemukakan adanya tiga bentuk komitmen organisasional, yaitu:
1.    Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
2.    Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat.
3.    Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya. (Sopiah: 2008:158)

Dari dua pendapat diatas, baik Spector maupun Kanter tampaknya memiliki pendapat yang sama dalam pengelompokan bentuk komitmen organisasi. Perbedaanya terletak pada penggunaan istilahnya saja.
Beberapa dimensi komitmen organisasi menurut Porter, Mowday dan Steers dalam Kuntjoro (2002) yang disebut sebagai dimensi pendekatan sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Dimensi ini digunakan sebagai ukuran untuk menilai komitmen organisasi. Dimensi sikap (Attitudinal commitment), meliputi :
1.    Identifikasi (identification)
     Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijasanaan organisasi, kesamaan nilai-nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari bagian organisasi. Identifikasi yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisai, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercaya telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.
2.    Keterlibatan (involvement)
     Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan kepadanya. Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan pegawai akan mau dan senang berkerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melakasanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan.
3.    Loyalitas (loyalti)
     Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi. Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna ksediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Keadaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar